BAB
I
Pendahuluan
Keadilan
adalah suatu hak yang harus kita tuntut dari pemerintah maupuun dari masyarakat
sekitar tetapi jangan hak saja yang kita harus tuntut-tuntuti sedangkan
kewajiban kita abaikan. Maka dari itu kita selalu sadar bahwa apa yang harus
kita tuntut dan apa yang akan kita berikan sebagai tanggung jawab kita terhadap
semua aspek.
Keadilan
adalah salah satu sila yang tercantum pada rumusan pancasila tepatnya sila ke-5
yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, namun terkadang
ada sebagian orang yang belum dapat bahkan tidak diberikan haknya. Contohnya saja keadilan bagi sosok
Munir yang belum usai bahkan sengaja di singkirkan dari kacamata publik dengan
berbagai macam alasan. Dan lagi kasus BLBI pada tahun 1997/1998 yang memiliki
banyak keanehan pada hukum yang berjalan di negara kita ini. Dan banyak lagi
yang masih menggelumuti masalah keadilan namun ini menjadi hal yang sudah
lumrah seraya berkata ”sudah biasa” namun bagi kita yang
memiliki wawasan yang cukup untuk menopang keadilan walaupun untuk diri kita
sendiri sepertinya kita merasa geregetan dan merasa jengkel dengan apa yang
sudah mereka lakukan bagi negara kita bahkan untuk rakyatnya sendiri. Seperti
mahasiswa yang tak rela melihat bangsanya terus-menerus mengalami keterpurukan
dengan berorasi dijalan-jalan untuk meminta haknya dan hak bagi kita bersama.
Dengan
apa keadilan harus kita pertahankan, dan dengan semangat apa bagi kita intuk
mempertahankannya ?
Munkin
sulit bagi kita untuk mempertahankan jikalau dari kita pun tak perduli dengan
apa yang mesti kita lakukan bagi negri ini, namun dimana ada niat pasti disitu
ada jalan bila kita sadar akan apa tujuan kita hidup sebenarnya.
Bab
2
Permasalahan
A. Intensitas dan Kompleksitas Masalah
Keadilan
adalah suatu hak dan kewajiban yang musti kita dapatkan dan kita beri sesuai
dengan apa yang seharusnya. Dengan keadilan yang kita miliki kita dapat menjadi
terhormat dalam kalangan sekitar kita, begitu juga negara. Dimana sesuatu
keadilan jika diperlakukan dengan semestinya maka kemakmuranlah yang akan
didapat oleh negara tesebut. Dan bila sebaliknya maka kerusakanlah yang akan
menyertai negara tersebut.
Banyak
contoh kasus yang mungkin kalian semua tau yang mengalami ketidak adilan dan
kesengsaraan yang mereka dapat bahkan sanak keluarganyapun turut merasakan
dampaknya pula. Seperti kasus Munir 7 September 2004 aktivis HAM dan pendiri
komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (kontras) dan insparsial,
Munir (39 tahun) meninggal di pesawat Garuda 974 saat perjalanan dari Jakarta
ke Amsterdam untuk melanjutkan studi pascasarjana. Dengan upaya sebisa mungkin
dengan melakukan otopsi yang dilakukan oleh Institut Forensik Belanda temuan
ini telah mengungkapkan fakta bahwa penyaebab kematian adalah kehadiran dosis
mematikan arsenik dalam tubuh Munir. Pada tanggal 12 november 2004 Suciawati,
istri Munir mengunjungi Indonesia Mabes Polri untuk meminta temuan otopsi
tetapi dia tidak mendapatkannya, namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
berjanji untuk menindak lanjutkan. Dari penyidikan hingga sidang pengadilan
yang ke dua puluh kasus Pollycarpus jaksa mendakwa atas pembunuhan dan menuduhnya
hukuman seumur hidup di penjara pada 1 Desember 2005. Keadilan sosok Munir pun
hanya sebagian yang terlihat ini masih rahasia dan sulit untuk ditembus
kebenarannya. Dan lagi kasus pada BLBI yang dialami Perita Mulyasari yang
sedang gencar sebagai bahan pergunjingan publik. Kasus BLBI telah berjalan
lebih kurang selama 10 tahun sejak krisis moneter tahun1997/1998.
B. Latar Belakang Masalah
Masalah
yang timbul dari aspek hukum negara ini adalah karena ketidak adilan terhadap
rakyatnya sendiri. Mungkin negara lain bisa terkesan dengan logo yang negara
kita miliki yaitu Indonesia adalah Negara hukum dan UU-nya berlandasan dengan Pancasila. Namun kenyataannya hukum yang dimaksud ditujukan untuk siapa ?. Dan
pancasila yang sebagai landasan itu apakan berfungsi dengan efektif ?. Semua
yang berkenaan dengan keadilan dinegara ini yang berlandaskan pancasila sudah
kalah pengaruhnya terhadap kekuasaan, kedudukan dan nominal yang menjadi
landasan baru. Karena apa ?. karena ketika seseorang memegang jabatan
dialah orang yang berperan penting untuk sebagai sandaran hukum. Cobalah lihat dari beberapa pandangan yang begitu
jelas untuk dilihat kronologisnya. Bila ada seorang pencuri ayam apakah hokum
yang didapat oleh sang pencuri tersebut selain antara hidup dan mati, yang
dicuri seekor ayam dibalas dengan satu nyawa berbeda dengan pencuri yang
memakai dasi dan berkedokan dewa yang setiap ia mencuri sebanding dengan
300.000 jiwa masyarakat yang terancam.
Ada beberapa faktor penyebab
keadilan dapat terguncang :
a.
Jabatan atau kedudukan, dapat membuat kesombongan yang mengakibatkan sesuatu
hal yang dia anggap itu paling benar dan merasa tak mau disalahkan.
b.
Kelas, dapat mengakibatkan membeda-bedakan
tingkatan tingkat sosial.
c.
Uang, ini yang paling mempengaruhi dalam penggoyahan keadilan karena jika
pihak yang tak bertanggungjawab dapat disuap dengan sejumlah uang akan merusak
moral bagi mereka yang awam dalam dalil member contoh bagi masyarakat yang
masih awam.
C. Penanganan Masalah
Seharusnya
pemerintah melihat pada dasar sila-sila yang terkandung di dalam pancasila yang
sebagai landasan hukum di negeri ini. Khususnya pada sila ke-5 (keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia).
a)
Negara dan warga Indonesia harus
memiliki hubungan keadilan dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi
keadilan dalam bentuk mensejahterakan warga Indonesia.
b)
Warga negara harus ikut serta dalam
memenuhi keadilan dan wajib mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam negara.
c)
Dibutuhkan adanya timbal balik antara
warga negara dengan pemerintah, dalam keseimbangan dan keselarasan diantara
keduanya sehingga tujuan harmonisasi akan dicapai.
Oleh sebab itu buatlah
garuda selalu mengepakkan sayapnya dengan gagah seraya hukum di negeri ini
gagah dan berkuasa. Dengan maksud negara Indonesia harus lebih tegas dalam
keadilan, dan pemerintah jangan membuat kekacauan dalam keadilan. Maksudnya
pemerintah jangan membuat keadialan menjadi sesuatu yang sangat mahal yang
hanya bisa dibeli oleh orang yang mampu (kaya). Sehingga orang – orang terbawah
tidak mendapatkan haknya dalam keadialan.
Ketidak adilan hukum di
indonesia dengan contoh kasus, Keanehan yang Namanya “Hukum“, Dilema Prita Mulyasari,
dan Prita Dipenjara, tapi Kejahatan Pornografi?
Oleh chochokye
Kasus
BLBI telah berjalan lebih kurang selama 10 tahun sejak krisis moneter tahun
1997/1998. Langkah penegakan hukum
yang dilakukan mengakibatkan pengambil kebijakan pengucuran Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia (BLBI) dijatuhi hukuman. Sementara dua direksi lain di-SP3-kan
(surat perintah penghentian penyidikan) Kejaksaan Agung (Kejagung) dan sejumlah
penerima BLBI dihukum
Pemerintah
menetapkan kebijakan hukum dan menggunakan UU No 25/2000 tentang Propenas dan
payung politik Tap MPR untuk penyelesaian di luar pengadilan, diikuti Inpres No
8/2002 yang mengesahkan MSAA, MRNIA, APU, dan SKL. Konsekuensi dari Inpres itu
adalah dihentikannya penyidikan kasus BLBI oleh Kejaksaan Agung. Namun,
penghentian itu tidak merujuk pada ketentuan KUHAP atau UU Kejaksaan.
Surat
keterangan lunas (SKL) terhadap obligor yang diharapkan kooperatif (melunasi
kewajibannya) tidak memberi hasil maksimal bagi kepentingan negara. Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 6 Mei 2008, membatalkan SP-3 Kejaksaan Agung
yang telah dikeluarkan atas nama kasus SYN (BDNI) bertanggal 14 Juni tahun
2004, merupakan bukti bahwa payung hukum itu tidak memenuhi asas kepastian
hukum dan belum berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Sementara
pengembalian atas kerugian negara tidak mencapai 10 persen dari total dana BLBI
yang telah disalurkan menimbulkan ketidakadilan
Kepastian
hukum dan keadilan dalam kebijakan hukum yang diambil pemerintah telah
menimbulkan ketidakadilan bagi sebagian tersangka/terdakwa serta masyarakat
luas, bahkan tampak diskriminatif. Contoh nyata, mengapa obligor SYN dalam
kasus BDNI masih diberi kebebasan untuk ”buron” ke luar negeri dengan alasan
kesehatan dan mendapat izin Jaksa Agung, sedangkan tersangka/terdakwa lain
tidak diberi perlakuan sama dan tetap dikenakan penahanan serta dituntut secara
pidana.
Tertangkapnya
UTG dengan uang sekitar Rp 6 miliar dari Art tiga hari setelah diumumkan bahwa
Kejagung tidak menemukan unsur melawan hukum dalam kasus BDNI (SYN); dua kali
keterangan Glenn Yusuf (mantan Kepala BPPN) di hadapan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang mengakui adanya suap dalam kasus BLBI; serta rekaman
percakapan UTG dan Art, KyR dan Art, UUS dan Art yang dibuka dalam persidangan
terdakwa Art ditambah rencana penangkapan Art oleh Kejagung dengan sepengetahuan
Jaksa Agung membuktikan bahwa penegakan hukum kasus BLBI telah menciptakan
miscarriage of justice.
Ini
merupakan skandal besar kedua dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia
setelah kasus dana BI. Rencana penangkapan Art oleh Kejagung juga melanggar
Pasal 50 UU KPK (2002) yang tegas melarang kejaksaan atau kepolisian melakukan
langkah hukum saat KPK sudah menangani kasus korupsi itu. Inisiatif Kejaksaan Agung
memeriksa keterlibatan petinggi Kejagung dalam kasus UTG tidak dapat menghapus
citra negatif masyarakat. Maka, KPK seharusnya dapat mengambil alih kasus BLBI
dari Kejagung dan memeriksa petinggi Kejagung tersebut.
· Analisis kasus BLBI
Masyarakat
Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia telah menganalisis kasus BLBI.
Kesimpulannya, pertama, kasus BLBI sarat muatan korupsi. Kedua, KPK dapat
mengambil alih kasus BLBI dari Kejagung.
Kasus
BLBI, terutama pasca-Inpres No 8/2002, merupakan tindak pidana korupsi karena
unsur melawan hukum, memperkaya diri atau orang lain atau korporasi, dan
kerugian negara telah dipenuhi. Penyelesaian di luar pengadilan juga tidak
membuahkan hasil signifikan bagi kepentingan negara. Selain itu, tidak ada
iktikad baik dari penerima BLBI, antara lain nilai jaminan jauh lebih rendah
dari nilai kewajiban yang seharusnya diselesaikan kepada negara dan tidak
kooperatif terhadap pemanggilan Kejagung. KPK dapat mengambil alih dalam rangka
supervisi (Pasal 9 juncto Pasal dan merujuk Pasal 68 UU No 30/2002
tentang KPK. Tidak ada alasan bahwa KPK tidak dapat mengambil alih kasus BLBI karena
hukum acara pidana Indonesia (Pasal 284 Ayat 1 KUHAP) tegas tidak mengakui asas
nonretroaktif sepanjang terkait dengan kewenangan menyidik dan menuntut perkara
sebelum KUHAP terbentuk. Asas itu diakui dalam proses kriminalisasi suatu
perbuatan menjadi tindak pidana vide Pasal 1 Ayat (1) KUHP.
Wewenang
KPK mengambil alih perkara korupsi yang belum selesai penanganannya tidak
bertentangan dengan UUD 1945 dan Perubahannya karena Pasal 28 I UUD 1945 dan
Perubahannya tidak melarang wewenang retroaktif KPK. Jika ada pendapat KPK
tidak dapat mengambil alih kasus BLBI, jelas mereka tidak memahami sejarah
hukum pidana Indonesia sampai KUHAP diundangkan tahun 1981. Jika asas
nonretroaktif diterapkan pada masalah wewenang, akan terjadi stagnasi
pemerintahan dan kinerja penegakan hukum dari satu periode ke periode lain.
Berikut Ketidak adilan hukum yang terjadi juga di Indonesia ini
:
·
Keanehan yang namanya
“Hukum“
Ada
begitu banyak yang masih menjadi misteri dan PR “sudahkah Indonesia menjadi
negara hukum bagi seluruh rakyatnya?” Dalam berbagai kesempatan di blog, saya
menulis unek-unek suatu kasus dan kondisi dimana saya merasa terjadi
ketidakadilan dalam peristiwa tersebut. Contohnya adalah Keanehan KPU, Buddha Bar,UU ITE dan
Pornografi terhadap Situs Porno, Korupsi Dana
DKP pada Pilpres 2004. Selain tulisan
saya diatas, bagaimana Imam Hambali (Kemat) dan David Eko Prianto yang
ditangkap dan dipidana 17 dan 12 tahun penjara serta Maman Sugianto
(Sugik) yang disergap dan didakwa akibat aparat kepolisian Jombang yang tidak
profesional mengungkap kasus pembunuhan Asrori (dilanjutkan oleh Kejati
Jombang).
Berbagai
kasus ketidakadilan rakyat kecil terus terjadi, disisi lain para penguasa
dengan seenak-enaknya dapat melanggar aturan. Saya melihat bahwa kasus Buddha
Bar merupakan salah satu konspirasi terbesar ketimpangan oleh penguasa dan
pengusaha yang dengan enteng menepikan hukum perundangan kita.Bagaimana kasus korupsi DKP yang
hanya menumbalkan terpidana Rokhmin Dahuri. Bagaimana UU ITE dan
Pornografi tidak digunakan untuk melindungi rakyat banyak, tapi disisi lain
hanya menjerat suara rakyat kecil.
Makanya,
saya katakan bawah tidaklah heran jika kita melihat fenomena
produk-produk hukum (UU dan turunannya) di negeri yang dibuat dengan dana
miliaran rupiah hanya untuk menjerat si miskin bertambah miskin dan tidak
berdaya. Sedangkan para penguasa beserta kroninya memiliki akses yang
seluas-luasnya dalam berbagai izin inkonstitusional dan pemanfaatan fasilitas
negara.
·
Dilema Prita
Mulyasari
Prita
Mulyasari, seorang ibu dari dua orang anak yang masih kecil harus mendekam
dibalik jeruji karena didakwa atas pelanggaran Pasal 27 ayat 3
Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dari pengakuannya, ia menjadi korban oknum perusahaan RS Omni
International Alam Suterayang memperlakukan dia bak sapi perahan. Pasien
yang harusnya mendapat prioritas pelayanan kesehatan yang prima, justru menjadi
obyek eksploitasi finansial dan bahkan jika apa yang diungkapkan oleh ibu Priya
Mulyasari dalam email/surat pembaca itu benar , maka secara insitusi RS Omni
Internasional melindungi oknum dokter yang melakukan mal-praktik. Pihak
manajemen RS Omni telah menggunakan kekuasaan jaringan dan keuangan untuk
mendukung perbuatan yang tidak semestinya.
·
Prita Dipenjara, tapi
Kejahatan Pornografi?
UU
ITE mengatur banyak aspek dalam dunia internet, mulai dari etika-moral dalam
menggunakan internet hingga transaksi bisnis internet. Perbuatan yang pertama
dilarang dalam UU 11/2008 adalah tindakan penyebaran konten asusila [ditegaskan
dalam UU 44/2008 tentang Pornografi], lalu perjudian (2), pencemaran nama baik
(3), dan pemerasan/ancaman (4), hal-hal berbau SARA dan seterusnya. Bila kita
melihat urutannya, maka semestinya UU ITE yang disahkan pada April 2008
digunakan untuk membersihkan konten porno dari dunia internet demi melindungi
generasi muda dari degradasi moralitas.
Namun,
adakah perubahan berarti informasi dan industri pornografi via internet di
Indonesia sejak diterbitnya UU ITE April 2008 dan UU Pornografi Oktober 2008
silam? Bukankah kasus pelanggaran Pasal 27 ayat 1 lebih banyak daripada ayat 3
UU 11/2008? Mengapa pula seorang ibu yang menyampaikan unek-unek menjadi korban
mal praktik perusahaan rumah sakit harus kembali menjadi korban sementara para
oknum rumah sakit berleha-leha? Apakah dengan kekuasaan jaringan dan finansial,
maka manajemen Omni bisa menyewa pengacara (bahkan jaksa) membuat yang benar
jadi salah, salah jadi benar? Mengapa kepolisian tidak menyelidiki siapa yang
menyebarluaskan email private dari Bu Prita?
Dan
mengapa untuk membahas masalah ini, saya mengangkat isu yang terlalu lebar yakni
masalah hukum secara umum? Karena saya sangat percaya, bahwa kasus Ibu Prita,
Rokhmin Dahuri, Kemat, David, Sugik, Sengkon dan Karta. hanyalah fenomena
gunung es atas ketidakadilan hukum di negeri ini. Lebih baik tidak memilih sama
sekali, daripada memilih pemimpin yang tidak tegas memperjuangkan keadilan
rakyat! Utang najis saja terus dibela, suara rakyat kecil dipasung! Hukum dapat
siran oleh kekuasaan dan baru muncul ketika kampanye datang. Sesungguhnya
dimanakah hukum itu? Ditangan penguasa kah?
BAB
III
Kesimpulan
Keadilan
adalah salah satu sila yang tercantum pada rumusan pancasila tepatnya sila ke-5
yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, namun terkadang
ada sebagian orang yang belum dapat bahkan tidak diberikan haknya.
Keadilan
adalah suatu hak dan kewajiban yang musti kita dapatkan dan kita beri sesuai
dengan apa yang seharusnya. Dengan keadilan yang kita miliki kita dapat menjadi
terhormat dalam kalangan sekitar kita, begitu juga negara. Dimana sesuatu
keadilan jika diperlakukan dengan semestinya maka kemakmuranlah yang akan
didapat oleh negara tesebut. Dan bila sebaliknya maka kerusakanlah yang akan
menyertai negara tersebut.
Banyak
contoh kasus yang mungkin kalian semua tau yang mengalami ketidak adilan dan
kesengsaraan yang mereka dapat bahkan sanak keluarganyapun turut merasakan
dampaknya pula. Ada pula contoh kasus Munir dan Prita Mulyasari yang hingga
saat ini masih belum jelas keadilannya dan permasalahannya pun belum selesai
pengadilan.
Oleh
sebab itu baik pihak pemerintah dan kepolisian seharusnya lebih memperhatikan
masalah keadilan yang ada di negara ini, dengan lebih meningkatkan keadilannya
dengan cara tidak membedakan kedudukkan seseorang dan tidak memanipulasikan
permasalahan yang diselesaikan dengan uang. Karena Indonesia adalah negara yang
berlandaskan pancasila.
Referensi
: