Selasa, 08 November 2011

Pancasila


BAB I
Pendahuluan

Keadilan adalah suatu hak yang harus kita tuntut dari pemerintah maupuun dari masyarakat sekitar tetapi jangan hak saja yang kita harus tuntut-tuntuti sedangkan kewajiban kita abaikan. Maka dari itu kita selalu sadar bahwa apa yang harus kita tuntut dan apa yang akan kita berikan sebagai tanggung jawab kita terhadap semua aspek.
Keadilan adalah salah satu sila yang tercantum pada rumusan pancasila tepatnya sila ke-5 yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, namun terkadang ada sebagian orang yang belum dapat bahkan tidak diberikan  haknya. Contohnya saja keadilan bagi sosok Munir yang belum usai bahkan sengaja di singkirkan dari kacamata publik dengan berbagai macam alasan. Dan lagi kasus BLBI pada tahun 1997/1998 yang memiliki banyak keanehan pada hukum yang berjalan di negara kita ini. Dan banyak lagi yang masih menggelumuti masalah keadilan namun ini menjadi hal yang sudah lumrah  seraya berkata ”sudah biasa” namun bagi kita yang memiliki wawasan yang cukup untuk menopang keadilan walaupun untuk diri kita sendiri sepertinya kita merasa geregetan dan merasa jengkel dengan apa yang sudah mereka lakukan bagi negara kita bahkan untuk rakyatnya sendiri. Seperti mahasiswa yang tak rela melihat bangsanya terus-menerus mengalami keterpurukan dengan berorasi dijalan-jalan untuk meminta haknya dan hak bagi kita bersama.
Dengan apa keadilan harus kita pertahankan, dan dengan semangat apa bagi kita intuk mempertahankannya ?
Munkin sulit bagi kita untuk mempertahankan jikalau dari kita pun tak perduli dengan apa yang mesti kita lakukan bagi negri ini, namun dimana ada niat pasti disitu ada jalan bila kita sadar akan apa tujuan kita hidup sebenarnya.





Bab 2
Permasalahan

A.    Intensitas dan Kompleksitas Masalah
Keadilan adalah suatu hak dan kewajiban yang musti kita dapatkan dan kita beri sesuai dengan apa yang seharusnya. Dengan keadilan yang kita miliki kita dapat menjadi terhormat dalam kalangan sekitar kita, begitu juga negara. Dimana sesuatu keadilan jika diperlakukan dengan semestinya maka kemakmuranlah yang akan didapat oleh negara tesebut. Dan bila sebaliknya maka kerusakanlah yang akan menyertai negara tersebut.
Banyak contoh kasus yang mungkin kalian semua tau yang mengalami ketidak adilan dan kesengsaraan yang mereka dapat bahkan sanak keluarganyapun turut merasakan dampaknya pula. Seperti kasus Munir 7 September 2004 aktivis HAM dan pendiri komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (kontras) dan insparsial, Munir (39 tahun) meninggal di pesawat Garuda 974 saat perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam untuk melanjutkan studi pascasarjana. Dengan upaya sebisa mungkin dengan melakukan otopsi yang dilakukan oleh Institut Forensik Belanda temuan ini telah mengungkapkan fakta bahwa penyaebab kematian adalah kehadiran dosis mematikan arsenik dalam tubuh Munir. Pada tanggal 12 november 2004 Suciawati, istri Munir mengunjungi Indonesia Mabes Polri untuk meminta temuan otopsi tetapi dia tidak mendapatkannya, namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berjanji untuk menindak lanjutkan. Dari penyidikan hingga sidang pengadilan yang ke dua puluh kasus Pollycarpus jaksa mendakwa atas pembunuhan dan menuduhnya hukuman seumur hidup di penjara pada 1 Desember 2005. Keadilan sosok Munir pun hanya sebagian yang terlihat ini masih rahasia dan sulit untuk ditembus kebenarannya. Dan lagi kasus pada BLBI yang dialami Perita Mulyasari yang sedang gencar sebagai bahan pergunjingan publik. Kasus BLBI telah berjalan lebih kurang selama 10 tahun sejak krisis moneter tahun1997/1998.




B.     Latar Belakang Masalah
Masalah yang timbul dari aspek hukum negara ini adalah karena ketidak adilan terhadap rakyatnya sendiri. Mungkin negara lain bisa terkesan dengan logo yang negara kita miliki yaitu Indonesia adalah Negara hukum dan UU-nya berlandasan dengan Pancasila. Namun kenyataannya hukum yang dimaksud ditujukan untuk siapa ?. Dan pancasila yang sebagai landasan itu apakan berfungsi dengan efektif ?. Semua yang berkenaan dengan keadilan dinegara ini yang berlandaskan pancasila sudah kalah pengaruhnya terhadap kekuasaan, kedudukan dan nominal yang menjadi landasan baru. Karena apa ?. karena ketika seseorang memegang jabatan dialah orang yang berperan penting untuk sebagai sandaran hukum. Cobalah lihat dari beberapa pandangan yang begitu jelas untuk dilihat kronologisnya. Bila ada seorang pencuri ayam apakah hokum yang didapat oleh sang pencuri tersebut selain antara hidup dan mati, yang dicuri seekor ayam dibalas dengan satu nyawa berbeda dengan pencuri yang memakai dasi dan berkedokan dewa yang setiap ia mencuri sebanding dengan 300.000 jiwa masyarakat yang terancam.
Ada beberapa faktor penyebab keadilan dapat terguncang :
a.         Jabatan atau kedudukan, dapat membuat kesombongan yang mengakibatkan sesuatu hal yang dia anggap itu paling benar dan merasa tak mau disalahkan.
b.         Kelas, dapat  mengakibatkan membeda-bedakan tingkatan tingkat sosial.
c.         Uang, ini yang paling mempengaruhi dalam penggoyahan keadilan karena jika pihak yang tak bertanggungjawab dapat disuap dengan sejumlah uang akan merusak moral bagi mereka yang awam dalam dalil member contoh bagi masyarakat yang masih awam.











C.    Penanganan Masalah


Seharusnya pemerintah melihat pada dasar sila-sila yang terkandung di dalam pancasila yang sebagai landasan hukum di negeri ini. Khususnya pada sila ke-5 (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
a)      Negara dan warga Indonesia harus memiliki hubungan keadilan dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mensejahterakan warga Indonesia.
b)      Warga negara harus ikut serta dalam memenuhi keadilan dan wajib mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.
c)      Dibutuhkan adanya timbal balik antara warga negara dengan pemerintah, dalam keseimbangan dan keselarasan diantara keduanya sehingga tujuan harmonisasi akan dicapai.

Oleh sebab itu buatlah garuda selalu mengepakkan sayapnya dengan gagah seraya hukum di negeri ini gagah dan berkuasa. Dengan maksud negara Indonesia harus lebih tegas dalam keadilan, dan pemerintah jangan membuat kekacauan dalam keadilan. Maksudnya pemerintah jangan membuat keadialan menjadi sesuatu yang sangat mahal yang hanya bisa dibeli oleh orang yang mampu (kaya). Sehingga orang – orang terbawah tidak mendapatkan haknya dalam keadialan.










Ketidak adilan hukum di indonesia dengan contoh kasus, Keanehan yang Namanya “Hukum“, Dilema Prita Mulyasari, dan Prita Dipenjara, tapi Kejahatan Pornografi?
Oleh chochokye
Kasus BLBI telah berjalan lebih kurang selama 10 tahun sejak krisis moneter tahun 1997/1998. Langkah penegakan hukum yang dilakukan mengakibatkan pengambil kebijakan pengucuran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dijatuhi hukuman. Sementara dua direksi lain di-SP3-kan (surat perintah penghentian penyidikan) Kejaksaan Agung (Kejagung) dan sejumlah penerima BLBI dihukum
Pemerintah menetapkan kebijakan hukum dan menggunakan UU No 25/2000 tentang Propenas dan payung politik Tap MPR untuk penyelesaian di luar pengadilan, diikuti Inpres No 8/2002 yang mengesahkan MSAA, MRNIA, APU, dan SKL. Konsekuensi dari Inpres itu adalah dihentikannya penyidikan kasus BLBI oleh Kejaksaan Agung. Namun, penghentian itu tidak merujuk pada ketentuan KUHAP atau UU Kejaksaan.
Surat keterangan lunas (SKL) terhadap obligor yang diharapkan kooperatif (melunasi kewajibannya) tidak memberi hasil maksimal bagi kepentingan negara. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 6 Mei 2008, membatalkan SP-3 Kejaksaan Agung yang telah dikeluarkan atas nama kasus SYN (BDNI) bertanggal 14 Juni tahun 2004, merupakan bukti bahwa payung hukum itu tidak memenuhi asas kepastian hukum dan belum berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Sementara pengembalian atas kerugian negara tidak mencapai 10 persen dari total dana BLBI yang telah disalurkan menimbulkan ketidakadilan
Kepastian hukum dan keadilan dalam kebijakan hukum yang diambil pemerintah telah menimbulkan ketidakadilan bagi sebagian tersangka/terdakwa serta masyarakat luas, bahkan tampak diskriminatif. Contoh nyata, mengapa obligor SYN dalam kasus BDNI masih diberi kebebasan untuk ”buron” ke luar negeri dengan alasan kesehatan dan mendapat izin Jaksa Agung, sedangkan tersangka/terdakwa lain tidak diberi perlakuan sama dan tetap dikenakan penahanan serta dituntut secara pidana.
Tertangkapnya UTG dengan uang sekitar Rp 6 miliar dari Art tiga hari setelah diumumkan bahwa Kejagung tidak menemukan unsur melawan hukum dalam kasus BDNI (SYN); dua kali keterangan Glenn Yusuf (mantan Kepala BPPN) di hadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengakui adanya suap dalam kasus BLBI; serta rekaman percakapan UTG dan Art, KyR dan Art, UUS dan Art yang dibuka dalam persidangan terdakwa Art ditambah rencana penangkapan Art oleh Kejagung dengan sepengetahuan Jaksa Agung membuktikan bahwa penegakan hukum kasus BLBI telah menciptakan miscarriage of justice.
Ini merupakan skandal besar kedua dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia setelah kasus dana BI. Rencana penangkapan Art oleh Kejagung juga melanggar Pasal 50 UU KPK (2002) yang tegas melarang kejaksaan atau kepolisian melakukan langkah hukum saat KPK sudah menangani kasus korupsi itu. Inisiatif Kejaksaan Agung memeriksa keterlibatan petinggi Kejagung dalam kasus UTG tidak dapat menghapus citra negatif masyarakat. Maka, KPK seharusnya dapat mengambil alih kasus BLBI dari Kejagung dan memeriksa petinggi Kejagung tersebut.
·      Analisis kasus BLBI
Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia telah menganalisis kasus BLBI. Kesimpulannya, pertama, kasus BLBI sarat muatan korupsi. Kedua, KPK dapat mengambil alih kasus BLBI dari Kejagung.
Kasus BLBI, terutama pasca-Inpres No 8/2002, merupakan tindak pidana korupsi karena unsur melawan hukum, memperkaya diri atau orang lain atau korporasi, dan kerugian negara telah dipenuhi. Penyelesaian di luar pengadilan juga tidak membuahkan hasil signifikan bagi kepentingan negara. Selain itu, tidak ada iktikad baik dari penerima BLBI, antara lain nilai jaminan jauh lebih rendah dari nilai kewajiban yang seharusnya diselesaikan kepada negara dan tidak kooperatif terhadap pemanggilan Kejagung. KPK dapat mengambil alih dalam rangka supervisi (Pasal 9 juncto Pasal  dan merujuk Pasal 68 UU No 30/2002 tentang KPK. Tidak ada alasan bahwa KPK tidak dapat mengambil alih kasus BLBI karena hukum acara pidana Indonesia (Pasal 284 Ayat 1 KUHAP) tegas tidak mengakui asas nonretroaktif sepanjang terkait dengan kewenangan menyidik dan menuntut perkara sebelum KUHAP terbentuk. Asas itu diakui dalam proses kriminalisasi suatu perbuatan menjadi tindak pidana vide Pasal 1 Ayat (1) KUHP.


Wewenang KPK mengambil alih perkara korupsi yang belum selesai penanganannya tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Perubahannya karena Pasal 28 I UUD 1945 dan Perubahannya tidak melarang wewenang retroaktif KPK. Jika ada pendapat KPK tidak dapat mengambil alih kasus BLBI, jelas mereka tidak memahami sejarah hukum pidana Indonesia sampai KUHAP diundangkan tahun 1981. Jika asas nonretroaktif diterapkan pada masalah wewenang, akan terjadi stagnasi pemerintahan dan kinerja penegakan hukum dari satu periode ke periode lain.
Berikut Ketidak adilan hukum yang terjadi juga di Indonesia ini :
·         Keanehan yang namanya “Hukum
Ada begitu banyak yang masih menjadi misteri dan PR “sudahkah Indonesia menjadi negara hukum bagi seluruh rakyatnya?” Dalam berbagai kesempatan di blog, saya menulis unek-unek suatu kasus dan kondisi dimana saya merasa terjadi ketidakadilan dalam peristiwa tersebut. Contohnya adalah Keanehan KPU,  Buddha Bar,UU ITE dan Pornografi terhadap Situs Porno, Korupsi Dana DKP pada Pilpres 2004. Selain tulisan saya diatas, bagaimana Imam Hambali (Kemat) dan David Eko Prianto yang ditangkap dan dipidana 17 dan 12 tahun penjara serta Maman Sugianto  (Sugik) yang disergap dan didakwa akibat aparat kepolisian Jombang yang tidak profesional mengungkap kasus pembunuhan Asrori (dilanjutkan oleh Kejati Jombang).
Berbagai kasus ketidakadilan rakyat kecil terus terjadi, disisi lain para penguasa dengan seenak-enaknya dapat melanggar aturan. Saya melihat bahwa kasus Buddha Bar merupakan salah satu konspirasi terbesar ketimpangan oleh penguasa dan pengusaha yang dengan enteng menepikan hukum perundangan kita.Bagaimana kasus korupsi DKP yang hanya menumbalkan terpidana Rokhmin Dahuri. Bagaimana UU ITE dan Pornografi tidak digunakan untuk melindungi rakyat banyak, tapi disisi lain hanya menjerat suara rakyat kecil.
Makanya, saya katakan bawah tidaklah heran jika kita melihat fenomena  produk-produk hukum (UU dan turunannya) di negeri yang dibuat dengan dana miliaran rupiah hanya untuk menjerat si miskin bertambah miskin dan tidak berdaya. Sedangkan para penguasa beserta kroninya memiliki akses yang  seluas-luasnya dalam berbagai izin inkonstitusional dan pemanfaatan fasilitas negara.
·         Dilema Prita Mulyasari
Prita Mulyasari, seorang ibu dari dua orang anak yang masih kecil harus mendekam dibalik jeruji karena didakwa atas pelanggaran  Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dari pengakuannya, ia menjadi korban oknum perusahaan RS Omni International Alam Suterayang memperlakukan dia bak sapi perahan. Pasien yang harusnya mendapat prioritas pelayanan kesehatan yang prima, justru menjadi obyek eksploitasi finansial dan bahkan jika apa yang diungkapkan oleh ibu Priya Mulyasari dalam email/surat pembaca itu benar , maka secara insitusi RS Omni Internasional melindungi oknum dokter yang melakukan mal-praktik. Pihak manajemen RS Omni telah menggunakan kekuasaan jaringan dan keuangan untuk mendukung perbuatan yang tidak semestinya.
·         Prita Dipenjara, tapi Kejahatan Pornografi?
UU ITE mengatur banyak aspek dalam dunia internet, mulai dari etika-moral dalam menggunakan internet hingga transaksi bisnis internet. Perbuatan yang pertama dilarang dalam UU 11/2008 adalah tindakan penyebaran konten asusila [ditegaskan dalam UU 44/2008 tentang Pornografi], lalu perjudian (2), pencemaran nama baik (3), dan pemerasan/ancaman (4), hal-hal berbau SARA dan seterusnya. Bila kita melihat urutannya, maka semestinya UU ITE yang disahkan pada April 2008 digunakan untuk membersihkan konten porno dari dunia internet demi melindungi generasi muda dari degradasi moralitas.
Namun, adakah perubahan berarti informasi dan industri pornografi via internet di Indonesia sejak diterbitnya UU ITE April 2008 dan UU Pornografi Oktober 2008 silam? Bukankah kasus pelanggaran Pasal 27 ayat 1 lebih banyak daripada ayat 3 UU 11/2008? Mengapa pula seorang ibu yang menyampaikan unek-unek menjadi korban mal praktik perusahaan rumah sakit harus kembali menjadi korban sementara para oknum rumah sakit berleha-leha? Apakah dengan kekuasaan jaringan dan finansial, maka manajemen Omni bisa menyewa pengacara (bahkan jaksa) membuat yang benar jadi salah, salah jadi benar? Mengapa kepolisian tidak menyelidiki siapa yang menyebarluaskan email private dari Bu Prita?

Dan mengapa untuk membahas masalah ini, saya mengangkat isu yang terlalu lebar yakni masalah hukum secara umum? Karena saya sangat percaya, bahwa kasus Ibu Prita, Rokhmin Dahuri, Kemat, David, Sugik, Sengkon dan Karta. hanyalah fenomena gunung es atas ketidakadilan hukum di negeri ini. Lebih baik tidak memilih sama sekali, daripada memilih pemimpin yang tidak tegas memperjuangkan keadilan rakyat! Utang najis saja terus dibela, suara rakyat kecil dipasung! Hukum dapat siran oleh kekuasaan dan baru muncul ketika kampanye datang. Sesungguhnya dimanakah hukum itu? Ditangan penguasa kah?





















BAB III
Kesimpulan

Keadilan adalah salah satu sila yang tercantum pada rumusan pancasila tepatnya sila ke-5 yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, namun terkadang ada sebagian orang yang belum dapat bahkan tidak diberikan  haknya.
Keadilan adalah suatu hak dan kewajiban yang musti kita dapatkan dan kita beri sesuai dengan apa yang seharusnya. Dengan keadilan yang kita miliki kita dapat menjadi terhormat dalam kalangan sekitar kita, begitu juga negara. Dimana sesuatu keadilan jika diperlakukan dengan semestinya maka kemakmuranlah yang akan didapat oleh negara tesebut. Dan bila sebaliknya maka kerusakanlah yang akan menyertai negara tersebut.
Banyak contoh kasus yang mungkin kalian semua tau yang mengalami ketidak adilan dan kesengsaraan yang mereka dapat bahkan sanak keluarganyapun turut merasakan dampaknya pula. Ada pula contoh kasus Munir dan Prita Mulyasari yang hingga saat ini masih belum jelas keadilannya dan permasalahannya pun belum selesai pengadilan.
Oleh sebab itu baik pihak pemerintah dan kepolisian seharusnya lebih memperhatikan masalah keadilan yang ada di negara ini, dengan lebih meningkatkan keadilannya dengan cara tidak membedakan kedudukkan seseorang dan tidak memanipulasikan permasalahan yang diselesaikan dengan uang. Karena Indonesia adalah negara yang berlandaskan pancasila.







Referensi :