Nama : Budi Wahyudi (21210480)
Sementara itu, saat ditemui terpisah, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto mengatakan, penyidik sedang mengkaji temuan-temuan baru sebagai alat bukti pendukung untuk melengkapi seluruh rangkaian tindak pidana yang dilakukan Heru.
Selain itu, Bareskrim juga telah bekerja sama dengan Inspektorat Bidang Investigasi Kementerian Keuangan untuk menyelidiki kasus ini. Menurut Arief, Polri tidak dapat langsung mengakses dokumen ekspor impor yang ditangani Heru lantaran ada keterbatasan yuridis yang dimiliki. Polri harus mengantongi izin dari Menteri Keuangan sebelum dapat mengakses dokumen tersebut.
"Kerja sama itu untuk memperoleh dokumen yang berkaitan dengan kegiatan ekspor impor yang dilakukan saudara YA (Yusran Arif) untuk bisa mengetahui pihak-pihak lain yang terafiliasi dengan kedua tersangka," katanya.
Chairul Tri Prabowo (21210542)
Daniel Pangondian (21210675)
Dzikri Andika (22210233)
Septiandi Saputra (26210478)
<Tugas kelompok Etika Profesi Akuntansi>
Tangani Kasus Pejabat Bea Cukai Polri Gandeng PPATK
JAKARTA,
KOMPAS.com — Kapolri Komisaris Jenderal Sutarman mengaku
bahwa Polri telah menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) untuk mengusut kasus dugaan penerimaan suap yang melibatkan pegawai
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Sulastyono. Kerja
sama itu dilakukan untuk mencari tahu apakah ada transaksi mencurigakan yang
terjadi di dalam rekening Heru.
"Kita dengan PPATK terus
kerja sama. Kalau memang (ada) transaksi mencurigakan, kita lakukan
penyelidikan. Kalau ada bukti-bukti penguatan, kita akan tingkatkan menjadi
penyidikan," kata Sutarman di Mabes Polri, Jumat (1/11/2013).
Sementara itu, saat ditemui terpisah, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto mengatakan, penyidik sedang mengkaji temuan-temuan baru sebagai alat bukti pendukung untuk melengkapi seluruh rangkaian tindak pidana yang dilakukan Heru.
Selain itu, Bareskrim juga telah bekerja sama dengan Inspektorat Bidang Investigasi Kementerian Keuangan untuk menyelidiki kasus ini. Menurut Arief, Polri tidak dapat langsung mengakses dokumen ekspor impor yang ditangani Heru lantaran ada keterbatasan yuridis yang dimiliki. Polri harus mengantongi izin dari Menteri Keuangan sebelum dapat mengakses dokumen tersebut.
"Kerja sama itu untuk memperoleh dokumen yang berkaitan dengan kegiatan ekspor impor yang dilakukan saudara YA (Yusran Arif) untuk bisa mengetahui pihak-pihak lain yang terafiliasi dengan kedua tersangka," katanya.
Arief menambahkan, pihaknya juga
telah melakukan pencekalan terhadap istri Heru, Widyawati. Surat pencekalan itu
telah dilayangkan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia sejak Rabu (30/10/2013). Namun, izin pencekalan tersebut baru
dikeluarkan Ditjen Imigrasi pada hari ini.
Sebelumnya, Dittipideksus
Bareskrim Polri menangkap Yusran Arief yang diduga memberikan suap dalam bentuk
polis asuransi berjangka sebesar Rp 11,4 miliar kepada Heru. Diduga, suap
tersebut diberikan untuk memuluskan upaya Yusran agar perusahaan yang berada di
bawah kendalinya terhindar dari audit pajak. Suap itu diberikan dalam kurun
waktu 2005-2007 saat Heru menjabat sebagai Kepala Penindakan dan Penyidikan
Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Saat ini, Heru menduduki jabatan sebagai Kasubdit Ekspor Impor Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu. Akibat perbuatannya, Heru Sulastyono dan Yusran Arief disangka dengan pasal yang sama, yaitu Pasal 3, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dan Pasal 3, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Selain itu, keduanya juga disangka dengan Pasal 5 Ayat (2), Pasal 12 Huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.
Saat ini, Heru menduduki jabatan sebagai Kasubdit Ekspor Impor Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu. Akibat perbuatannya, Heru Sulastyono dan Yusran Arief disangka dengan pasal yang sama, yaitu Pasal 3, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dan Pasal 3, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Selain itu, keduanya juga disangka dengan Pasal 5 Ayat (2), Pasal 12 Huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP.
Kesimpulan :
Dari berita yang dijelasan di
atas, yaitu terjadinya pelanggaran kode etik mengenai pegawai Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yaitu Heru Sulastyono yang di duga
melakukan penyelewengan dana dalam
bentuk polis asuransi berjangka sebesar Rp 11,4 miliar oleh Yusran Arief.
Dugaan penyuapan ini agar perusahaan yang berada di bawah kendalinya terhindar
dari audit pajak.
Kurangnya pengawasan yang dilakukan
serta sikap tranparan, menyebabkan terjadinya penyelewengan dana, hal inilah
yang menyebabkan kesempatan -kesempatan untuk melakukan tindakan melanggar kode
etik yang seharusnya tidak di lakukan dalam akuntansi publik .
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2013/11/01/1748533/Tangani.Kasus.Pejabat.Bea.Cukai.Polri.Gandeng.PPATK
(2), Pasal 12 Huruf a
dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56
KUHP.
Kesimpulan :
Dari berita yang dijelasan di
atas, yaitu terjadinya pelanggaran kode etik mengenai pegawai Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yaitu Heru Sulastyono yang di duga
melakukan penyelewengan dana dalam
bentuk polis asuransi berjangka sebesar Rp 11,4 miliar oleh Yusran Arief.
Dugaan penyuapan ini agar perusahaan yang berada di bawah kendalinya terhindar
dari audit pajak.
Kurangnya pengawasan yang dilakukan
serta sikap tranparan, menyebabkan terjadinya penyelewengan dana, hal inilah
yang menyebabkan kesempatan -kesempatan untuk melakukan tindakan melanggar kode
etik yang seharusnya tidak di lakukan dalam akuntansi publik .
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2013/11/01/1748533/Tangani.Kasus.Pejabat.Bea.Cukai.Polri.Gandeng.PPATK